Mengapa Mawar Begitu Cantik, Namun Berduri (Part 1)

Tak ada gading yang tak retak, salah satu ungkapan pepatah kuno yang sering aku dengar mengenai ketidaksempurnaan. Tapi yang aku rasakan bukan soal gading tetapi soal hati. Tak ada hati yang tak retak, mungkin itu ungkapan yang lebih pas untuk ku saat ini. Ya namun dalam batin ini entah mengapa aku merasa diperlakukan tak adil. Mengapa harus hatiku ini yang begitu retak dan hancur

Pandanganku arah kan ke depan. Kutatap layar laptop bututku yang menemani setia sejak semester 7 aku berkuliah. Mungkin saat kau baca tulisan ini aku sedang menangisi salah satu ketololan terbesarku. Ini semua tentang cinta dan perasaan.
***
Aku berlari mengejar penjual surat kabar pagi itu.
“koran pagi, majalah, tabloid...” terdengar seru suara loper koran.
“bang tunggu dong..” aku berujar sembari berlari mengajar si loper.
“cari koran apa de?” tanyanya sopan.
“saya cari koran yg ngumumin ujian SPMB. ada ga bang?” tanyaku lagi.
“oh iya ada nih de. Tapi harganya beda yah. Edisi ini jadi goceng harganya dari sononya”
Langsung ku rebut dengan cepat koran yang disodorkan si loper koran.
“nih bang duitnya goceng” aku langsung berlari masuk ke dalam rumah.

Tanganku berjalan naik turun menyusuri nama yang terpampang dalam koran pagi itu. Jariku seakan menari mencari nama ku. Ups akhirnya aku menemukan namaku tercantum di situ. Bukan main senangnya melihat namaku tercatat di daftar itu. Berarti aku berhasil menembus ujian masuk kampus yang aku dambakan itu. Ibuku tak kalah senang mengetahui aku lolos masuk salah satu perguruan tinggi negeri. Bagi ibuku pendidikan adahal hal yang tidak ternilai dan menjadi asset yang berharga bagi anak-anaknya.

Mungkin kalau aku sedikit boleh bercerita aku ini anak pertama dari dua bersaudara. Aku dibesarkan oleh ibuku sampai dengan aku sebesar ini. Ya ibuku adalah seorang wanita perkasa. Ia melakoni tugasnya sebagai ibu, sekaligus sebagai ayah bagi kami. Singgle parents, mungkin itu istilah populernya. Kami bertiga hidup bahagia walaupun kami kerap mengalami permasalahn finansial. Bagiku masalah harta bukan segalanya selama aku bisa tetap dalam keluarga ini.

Lia, perempuan cantik itu adalah adik kandungku satu-satunya. Ia dikenal sebagai salah satu anak cerdas di sekolahnya. Wajahnya cantik dan menarik bagi setiap pria yang memandangnya. Tak seperti aku yang sering dibilang anak pungut oleh ibuku. Haha.. tenang saja itu hanya candaan ibuku saja kawan. Aku tak benar-benar buruk rupa. Hanya saja perutku agak besar akibat terlalu hobi makan.

Kalau ditanya dimana ayah kami selalu diam. Tak peduli dia ada di mana sekarang. Entah apakah dia masih hidup atau sudah menjadi satu dengan bumi. Aku sungguh ingin marah jika membahas nama itu. Aku menyesalkan sikapnya yang tak gentle dan memilih meninggalkan ibuku sendirian dan meninggalkan aku beserta adik ku. Laki-laki itu bajingan, itu yang aku tanamkan dalam kepalaku.

Bersambung...

1 komentar:

Rizki Khotimah mengatakan...

ini fiksi kan???

Posting Komentar